fbpx
header-swiper-1
header-swiper-2
header-swiper-3
header-swiper-4
header-swiper-5
header-swiper-6
header-swiper-7
M. Rizky Rivaldi • 03/06/2023

Petuah untuk Generasi Muda



Stop Memperkaya Diri dengan Sensasionalitas, Tapi dengan Kebijaksanaan & Intelektualitas

Algoritma para pemilik teknologi selalu menampilkan topik atau hal yang tengah menjadi sensasi publik1, pada siaran tv disebut rating. Rating merusak inovasi secara tidak langsung, termanifestasi dalam banyak siaran TV seperti sinetron, talkshow, dll. Pernahkah anda bertanya mengapa sinetron memiliki cerita yang recycle? Kisah cinta sinetron hampir selalu diwarnai dengan tabrakan, biasanya antara pria mampu dengan perempuan tidak berkecukupan. Formula seperti inilah yang disukai oleh sebagian besar masyarakat dan produser me-recycle formula tersebut; menghindari risiko tidak laku, yang akhirnya bunuh diri terhadap kretivitas.

Polarisasi & penurunan kesehatan mental, moral, dan batin adalah kanker generasi muda yang disebabkan media sosial. Polarisasi terjadi ketika spektrum kanan dan kiri tidak dipertemukan, dua kubu saling menghabiskan waktu di dalam lingkaran masing-masing, terpapar pada opini dan pandangan yang sama yang menyebabkan sulit memahami sudut pandang yang berbeda. Sayangnya, algoritma tidak diatur untuk mempertemukan dua kubu dalam sebuah spektrum ide, algoritma diatur untuk menentukan jenis konten apa yang akan ditampilkan ke pengguna sesuai dengan preferensi dan perilaku pengguna, popularitas konten, dan sebagainya.

Algoritma semakin tidak keren ketika media sosial dipenuhi oleh orang-orang yang kurang bijaksana dan tidak banyak membaca. Pernahkah anda melihat talkshow TV negara dengan literasi tinggi membahas orang-orang sensasional yang viral dari media sosial terlebih dahulu? Ada, tetapi tidak banyak dan kurang laku. Orang-orang sensasional tak terhindarkan, tapi amplifikasinya bisa dikurangi. Lantas, apa low-hanging fruit untuk memutus rantai amplifikasi orang-orang sensasional di tengah derasnya arus informasi?

Sebagian besar pemuda saat ini menghabiskan waktunya di platform yang dilihat oleh lebih dari 3 miliar orang2. Menjadi semakin buruk ketika algoritma diberdayakan untuk kepentingan rating. Siapa saja bisa bisa menjadi sensasional dengan menarik perhatian dan menimbulkan perasaan tertentu pada orang-orang. Orang-orang sensasional tak terhindarkan, tapi amplifikasinya bisa dikurangi dengan menyibukkan pemuda kepada hal-hal yang lebih bijaksana dan berpengaruh terhadap tingkat intelektualitas mereka. Mengapa harus pemuda?

Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa bergantung pada semangat dan kesadaran pada pola pendidikan dan pengasuhan yang diberikan kepada generasi muda. Bangsa-bangsa yang telah mendidik generasi muda mereka dengan benar selalu siap untuk maju, sedangkan mereka yang tidak melakukannya akan kesulitan bahkan untuk mengambil langkah maju yang kecil3. Pemuda adalah penggerak kemana Indonesia akan berlayar di masa depan. Jika pemuda-pemuda saat ini diisi bukan oleh bacaan atau kebijaksanaan, kepemimpinan Indonesia kedepan akan terancam.

Meningkatkan intelektualitas dan literasi adalah salah satu cara untuk memerangi amplifikasi sensasionalisme di media sosial dan meningkatkan kualitas kepemimpinan di masa depan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan mengubah pola pikir dan kebiasaan pemuda dalam penggunaan media sosial. Alih-alih menghabiskan lebih dari 6 jam sehari untuk melihat platform4 yang dilihat oleh 3 miliar orang, lebih baik digunakan untuk memperkaya diri dengan wawasan dan pengetahuan baru.

Membaca misalnya, salah satu kebiasaan yang sangat efektif untuk meningkatkan sisi intelektual dan literasi5. Dengan membaca, para pemuda dapat memperoleh pengetahuan baru, memperluas wawasan, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, dan mengembangkan empati. Karena itu, para pemuda harus memprioritaskan waktu mereka untuk membaca buku, artikel, dan konten online yang berkualitas. Ada banyak sekali sumber bacaan yang bisa diakses secara gratis di internet, seperti jurnal ilmiah, artikel, dan berbagai publikasi media.

Bergabung ke dalam sebuah spektrum ide seperti kelompok diskusi atau komunitas juga bisa jadi alternatif untuk mendapatkan pemahaman dan wawasan baru. Berinteraksi langsung dengan orang-orang yang berbeda-beda latar belakang, pengalaman, dan pandangan, mampu membuat seseorang lebih terbuka dan fleksibel dalam menghadapi perbedaan.

Jika urgensi kebijaksanaan dan intelektualitas pemuda tidak digalakkan dari sekarang, akan berakibat pada masalah kesehatan mental, moral, dan batin, untuk lebih banyak pemuda. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial secara berlebihan menyebabkan peningkatan tingkat kecemasan, depresi, dan stres6. Faktor-faktor seperti kekhawatiran mengenai penampilan fisik dan citra diri, tekanan untuk menunjukkan kesuksesan dan kebahagiaan yang sempurna, serta eksposur pada cyberbullying dan konten berbahaya dapat memperparah kesehatan mental, moral, dan batin pemuda yang umumya masih dalam kondisi labil.

Para pemuda harus berhenti menjadi sensasional dan menghabiskan waktu di media sosial, mereka harus menghabiskan waktu untuk hal-hal yang lebih mulia seperti membaca, berdiskusi, dan berkontribusi positif bagi masyarakat, seperti program pengembangan komunitas dan kampanye sosial. Sehingga, kepemimpinan Indonesia kedepan tidak hanya sekadar festivalisasi yang diisi oleh orang-orang yang sensasional tetapi oleh orang yang banyak membaca, berintegritas, dan bertanggung jawab membawa perubahan positif bagi Indonesia dan masa depan yang lebih baik.

Seperti firman Allah SWT dalam surah Al-‘Asr. Dalam kehidupan ini, waktu adalah sesuatu yang sangat berharga dan tidak ternilai harganya. Namun, manusia lupa akan keberhargaan waktu ini sehingga mereka terjebak dalam kehidupan yang merugi dan sia-sia. Sebagai orang yang beriman, kita harus selalu berusaha untuk melakukan kebajikan dan tugas kita untuk saling membantu mencapai kebenaran serta kesabaran dalam berbagai masalah hidup agar mendapat keberkahan serta keridaan dari Allah SWT.

1.       Demi masa,

وَالۡعَصۡرِۙ

2.       sungguh, manusia berada dalam kerugian,

اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ

3.       kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

اِلَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ

Referensi:

1. Kim, Sang Ah. “Social media algorithms: Why you see what you see.” Geo. L. Tech. Rev. 2 (2017): 147.

2. Cerruto, Francesca, et al. “Social network data analysis to highlight privacy threats in sharing data.” Journal of Big Data 9.1 (2022): 19.

3. Gulen, Fethulah. “Pearls of Wisdom: Youth.” May 30th 2006. available at: https://fgulen.com (Feb. 2023).

4. Riehm, Kira E., et al. “Associations between time spent using social media and internalizing and externalizing problems among US youth.” JAMA psychiatry 76.12 (2019): 1266-1273.

5. Ghabanchi, Zargham, and R. E. Rastegar. “The correlation of IQ and emotional intelligence with reading comprehension.” Reading 14.2 (2014): 135-144.

6. Thapa, R., and S. Subedi. “Social media and depression.” Journal of Psychiatrists’ Association of Nepal 7.2 (2018): 1-4.

Keywords: algoritma, rating, amplifikasi, sensasionalitas, intelektualitas, literasi, diskusi, media sosial


Share

×

Selamat Datang!

Admission Representative FBS selalu hadir untuk memberi jawaban dari setiap pertanyaan Ayah/Bunda melalui WhatsApp atau Email ke admission@fatih.sch.id

× Silahkan Hubungi Kami